Peluncuran “Ilmu Makassar”
Makassar adalah sebuah kota yang sangat menarik dan memiliki hal-hal aneh-aneh. Asal usul nama Makassar dari mana? Apa bedanya antara Makassar dan Gowa? Apakah Sultan Gowa dulu menyebut diri sebagai orang Makassar? Kapan makanan Coto Makassar muncul? Mengapa coto menggunakan daging sapi? Siapa yang membuat coto pertama kali? Mengapa orang Makassar memakai mi dan pi dalam percakapan? Mengapa angkutan kota Makassar disebut petepete? Berbagai pertanyaan tentang Makassar muncul terus-menerus. Pertanyaan tersebut belum terjawab secara lengkap.
Sering terdengar bahwa budaya tradisional mulai hilang. Cerita rakyat tidak dikenal lagi oleh anak-anak. Masyarakat lebih senang menonton film Barat dan tidak mau memperhatikan musik kecapi tradisional. Apa yang diceritakan oleh generasi tua dianggap kuno dan diabaikan oleh generasi muda. Akar kita makin lama makin hilang.
Arus globalisasi tidak muncul baru-baru ini. Sejak dulu masyarakat selalu berada di dalam berbagai arus perubahan. Tanpa akar dan jati diri yang mantap, masyarakat merasa tidak percaya diri dan lebih percaya pada apa yang datang dari luar. Ada juga masyarakat yang takut perubahan dan menutup diri.
Makassar kota semua warga. Ada orang yang baik, aneh, lucu dan yang berbeda-beda suku, agama, atau warga negaranya di dalam lingkungan bernama Makassar. Mengenai Makassar ini, sampai sejauh manakah kita memahami dan mengetahuinya? Jika seseorang menarik, anda pasti ingin tahu sebanyak-banyaknya tentang dia, bukan? Apakah anda suka Makassar? Dan mengapa?
Dalam proses pencarian jawaban pertanyaan-pertanyaan tentang Makassar di atas, kita pasti baru tahu atau ingat kembali tentang berbagai hal. Dalam proses ini, kita sedikit demi sedikit meningkatkan rasa percaya diri dan rasa kebanggaan sebagai warga Makassar. Dengan demikian, kita akan lebih siap menghadapi arus deras globalisasi sambil menyesuaikan perubahan dengan inisiatif kita sendiri tanpa menutup diri.
Acara ini sebuah upaya untuk memahami diri sendiri. Inilah “Ilmu Lokal”, dan disini disebut “Ilmu Makassar”. Dengan suasana santai dan sambil makan coto atau pallubasa, mari kita belajar bersama tentang komunitas kita yang bernama Makassar.
Thursday, January 25, 2007
Sunday, January 21, 2007
Kehormatan kepada Alam dan Ussul
Siang ini saya ketemu seorang teman saya yang melakakukan berbagai kegiatan untuk melestarikan budaya lokal Mandar. Ceritanya menarik sekali, terutama mengenai kehormatan kepada alam oleh nelayan di Sulawesi. Mengapa? Karena perilakunya sangat mirip dengan perilaku orang Jepang yang mengelola sumber daya alam.
Di wilayah Mandar, ikan terbang atau tuin-tuin yang bertelor disebut Mara'dia, artinhya raja. Nelayan menganggap tuin-tuin sewaktu itu dianggap raja dan merasa seolah-olah bertemu dengan raja. Ini terlihat rasa syukur, terima kasih, dan kehormatan kepada tuin-tuin yang akan meberikan rejeki kepada para nelayan. Sebelum mulai menangkap tuin-tuin, ada upacara khusus untuk menghormatinya.
Di Jepang juga sangat mirip. Umumnya nelayan Jepang minta pamit kepada dewa laut untuk menangkap ikan dengan upacara khusus yang sederhana. Di sini juga terlihat kehormatan mereka terhadap sumber daya laut.
Pembuat kapal kayu di Mandar mempunyai keputusan yang dipercayai membawa keuntungan. Misalnya, kayu untuk kapal harus dibabat waktu bulan pernama, anging kencang, dan pada waktu pagi. Mengapa? Semuanya ada kaitan kepercayaan atau ussul dalam bahasa Mandar. Bulan pernama diartikan rezekinya penuh. Angin kencang dianggap terkait dengan kecepatan cepat kapal yang akan dihasilokan. Mengapa harus pagi? Karena matahari yang naik diartikan rezekinya naik juga. Mereka percaya ada keuntungan jika bertemu ibu hamil karena akan mendapat rezeki. Sedangkan, nelayan Mandar tidak pergi ke laut pada hari yang bertemu orang yang menangis, karena mereka menganggap ini hari yang tidak baik.
Ussul ini hampur sama dengan Engi (縁起 dengan huruf Kanji) di dalam bahasa Jepang. Meskipun tidak ada hubungan logis dan teoritik, orang Jepang suka mengaitkan hal-hal yang tertentu dengan keuntungan atau ketidakuntungan. Ada yang sama secara nasional, ada juga yang berbeda-beda di komunitas lokal masing-masing. Misalnya, orang Jepang makan Katsu (makanan daging goreng tepung) sebelum pertandingan atau ujian masuk karena Katsu di dalam bahasa Jepang berarti menang.
Ilmu pengetahuan modern berkembang untuk mengatasi dan mengelola masalah sumber daya alam dan berbagai fenomena yang sulit diperjelaskan secara logis. Namun, masyarakat yang menhadapi alam sehari-hari sudah merasa dekat dengan sumber daya alam. Ketakutan dan kehormatan terhadap alam terlihat oleh mereka dan itu wajar-wajar saja. Ilmu pengetahuan modern tidak memecahkan masalah kompeleks tetapi menciptakan kesombongan manusia terhadap alam.
Apakah cerita nelayan Mandar dan ussul hanya menjadi bahan ketawa dan harus dibuang saja? Justru kita sebaiknya belajar bukan apakah isinya logis atau tidak, tetapi melainkan bagaimana perilaku dan kemampuan komunikasi mereka terhadap alam yang tidak bisa dikelola seratus persen oleh manusia.
Saya merasa menjadi sangat dekat dengan dunia spiritual orang Mandar seperti diatas.
Di wilayah Mandar, ikan terbang atau tuin-tuin yang bertelor disebut Mara'dia, artinhya raja. Nelayan menganggap tuin-tuin sewaktu itu dianggap raja dan merasa seolah-olah bertemu dengan raja. Ini terlihat rasa syukur, terima kasih, dan kehormatan kepada tuin-tuin yang akan meberikan rejeki kepada para nelayan. Sebelum mulai menangkap tuin-tuin, ada upacara khusus untuk menghormatinya.
Di Jepang juga sangat mirip. Umumnya nelayan Jepang minta pamit kepada dewa laut untuk menangkap ikan dengan upacara khusus yang sederhana. Di sini juga terlihat kehormatan mereka terhadap sumber daya laut.
Pembuat kapal kayu di Mandar mempunyai keputusan yang dipercayai membawa keuntungan. Misalnya, kayu untuk kapal harus dibabat waktu bulan pernama, anging kencang, dan pada waktu pagi. Mengapa? Semuanya ada kaitan kepercayaan atau ussul dalam bahasa Mandar. Bulan pernama diartikan rezekinya penuh. Angin kencang dianggap terkait dengan kecepatan cepat kapal yang akan dihasilokan. Mengapa harus pagi? Karena matahari yang naik diartikan rezekinya naik juga. Mereka percaya ada keuntungan jika bertemu ibu hamil karena akan mendapat rezeki. Sedangkan, nelayan Mandar tidak pergi ke laut pada hari yang bertemu orang yang menangis, karena mereka menganggap ini hari yang tidak baik.
Ussul ini hampur sama dengan Engi (縁起 dengan huruf Kanji) di dalam bahasa Jepang. Meskipun tidak ada hubungan logis dan teoritik, orang Jepang suka mengaitkan hal-hal yang tertentu dengan keuntungan atau ketidakuntungan. Ada yang sama secara nasional, ada juga yang berbeda-beda di komunitas lokal masing-masing. Misalnya, orang Jepang makan Katsu (makanan daging goreng tepung) sebelum pertandingan atau ujian masuk karena Katsu di dalam bahasa Jepang berarti menang.
Ilmu pengetahuan modern berkembang untuk mengatasi dan mengelola masalah sumber daya alam dan berbagai fenomena yang sulit diperjelaskan secara logis. Namun, masyarakat yang menhadapi alam sehari-hari sudah merasa dekat dengan sumber daya alam. Ketakutan dan kehormatan terhadap alam terlihat oleh mereka dan itu wajar-wajar saja. Ilmu pengetahuan modern tidak memecahkan masalah kompeleks tetapi menciptakan kesombongan manusia terhadap alam.
Apakah cerita nelayan Mandar dan ussul hanya menjadi bahan ketawa dan harus dibuang saja? Justru kita sebaiknya belajar bukan apakah isinya logis atau tidak, tetapi melainkan bagaimana perilaku dan kemampuan komunikasi mereka terhadap alam yang tidak bisa dikelola seratus persen oleh manusia.
Saya merasa menjadi sangat dekat dengan dunia spiritual orang Mandar seperti diatas.
Monday, January 15, 2007
Peluncuran Ilmu Makassar (26-Jan-2007)
- Kapan coto Makassar muncul dan berapa banyak warung coto di Makassar?
- Ada berapa jenis kue-kue Makassar?
- Nama Pete-Pete berasal dari mana?
Banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang Makassar ...
Mari kita belajar bersama tentang Makassar !
Waktu: 26 Januari 2007, pukul 20.00 Wita
Tempat: Cafe Ininnawa (Depan Mercedes Bentz), Jl. Perintis Kemerdekaan Km.9 No.76, Tamalanrea Jaya, Makassar 90245
- Ada berapa jenis kue-kue Makassar?
- Nama Pete-Pete berasal dari mana?
Banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang Makassar ...
Mari kita belajar bersama tentang Makassar !
Waktu: 26 Januari 2007, pukul 20.00 Wita
Tempat: Cafe Ininnawa (Depan Mercedes Bentz), Jl. Perintis Kemerdekaan Km.9 No.76, Tamalanrea Jaya, Makassar 90245
Monday, January 01, 2007
Katanya Manusia Bisa Dibagi Dua
Katanya manusia bisa dibagi dua.
Manusia yang tidak untung dan manusia yang untung.
Manusia yang tidak dicintai dan manusia yang dicintai.
Manusia yang tidak diperhatikan dan manusia yang selalu diperhatikan.
Sampai sejauh manakah perbedaan kedua manusia sebagai manusia?
Apakah perbedaannya sejauh dengan hitam dan putih?
Apakah perbedaannya sejauh dengan bumi dan langit?
Apakah perbedaannya sejauh dengan budak dan raja?
Manusia yang tidak untung sring cemburuh sama manusia yang untung.
Tetapi manusia yang untung tidak pernah memikir tentang manusia yang tidak untung.
Jumlah penduduk Indonesia 200 juta lebih.
Ada 200 juta lebih macam kehidupan manusia.
Manusia tidak bisa hidup sendiri.
Mengapa kita tidak berimajinasi mengenai manusia yang lain tanpa generalisasi?
Kekurangan imajinasi.
Inilah membagikan manusia jadi dua secara fiktif.
Inilah selalu mengedepankan prasangka dan menhambat komunikasi satu sama lain.
Kita sama-sama manusia.
Saling berimajinasilah sesama manusia sekaligus perbedaan individu masing-masing.
Makassar, 31 Desember 2006
Manusia yang tidak untung dan manusia yang untung.
Manusia yang tidak dicintai dan manusia yang dicintai.
Manusia yang tidak diperhatikan dan manusia yang selalu diperhatikan.
Sampai sejauh manakah perbedaan kedua manusia sebagai manusia?
Apakah perbedaannya sejauh dengan hitam dan putih?
Apakah perbedaannya sejauh dengan bumi dan langit?
Apakah perbedaannya sejauh dengan budak dan raja?
Manusia yang tidak untung sring cemburuh sama manusia yang untung.
Tetapi manusia yang untung tidak pernah memikir tentang manusia yang tidak untung.
Jumlah penduduk Indonesia 200 juta lebih.
Ada 200 juta lebih macam kehidupan manusia.
Manusia tidak bisa hidup sendiri.
Mengapa kita tidak berimajinasi mengenai manusia yang lain tanpa generalisasi?
Kekurangan imajinasi.
Inilah membagikan manusia jadi dua secara fiktif.
Inilah selalu mengedepankan prasangka dan menhambat komunikasi satu sama lain.
Kita sama-sama manusia.
Saling berimajinasilah sesama manusia sekaligus perbedaan individu masing-masing.
Makassar, 31 Desember 2006
Subscribe to:
Posts (Atom)