Saturday, January 26, 2008

Apakah Tidak Ada Uang?

Pemekaran daerah tetap tren politik daerah Indonesia sampai saat ini. Pemekarannya dilakukan karena alasannya dianggap wajar dan kuat: daerah tersebut berjanji mandiri. Pemekaran membutuhkan dana cukup besar. Membentuk organisasi pemerintah daerah baru dengan rekruitmen aparat, anggota DPRD baru, bangun gedung baru, beli mobil dinas, peralatan kantor, dan lain-lainnya. Salah satu pemekaran adalah penciptaan kesempatan kerja baru yang tidak produktif di sektor pemerintah. Gaji dan pensiunnya terjamin dan tidak dipecat. Kesempatan kerja yang dibiayai oleh dana masyarakat lewat pajak dan yang tidak menghasilkan sesuatu dinamis secara ekonomis. Belum pernah dengar bahwa pemekaran wilayah dibiayai oleh yang bersangkutan sendiri. Semuanya pakai uang orang lain.

Pada Desember 2007 lalu, MA memutuskan pilkada gubernur Sulawesi Selatan ulang di 4 kabupaten di Sulsel. Artinya, harus mulai dari pendaftaran ulang pemilih di tingkat TPS. Biayanya 10 milyar rupiah per kabupaten maka totalnya 40 milyar rupiah. Katanya anggaran untuk itu harus ada. Ini uang siapa? Mungkin dari APBD, berarti uang orang lain. Sedangkan, berbagai kebijakan termasuk bidang kesehatan dan pendidikan sulit direalisasikan karena kekurangan dana. Jika kesehatan dan pendidikan, tidak ada dana. Tapi, jika pilkada, harus ada. Apakah ini merupakan konsekuensi demokratisasi?

Waktu krisis moneter pada 1997-1998, Indonesia mengalami kekurangan dana karena kurs rupiah menurun secara drastis terhadap USD. Namun, banyak orang tahu bahwa ada begitu banyak perpindahan dana dari Indonesia ke Singapore pada waktu itu. Pemerintah Indonesia minta bantuan urgen kepada berbagai negara termasuk Jepang, dan Jepang memberikan begitu banyak bantuan khusus kepada Indonesia untuk menyelamatkan masyarakatnya. Banyak masyarakat Jepang memperhatikan atas nasib masyarakat Indonesia yang mungkin menghadapi kelaparan dan penyebaran penyakit dan kekurangan gizi.

Apakah tidak ada uang di Indonesia? Uang siapa yang tidak ada di Indonesia? Masih sering terdengar suara permintaan bantuan dari Jepang dengan alasan tidak ada dana. Apakah itu benar?

Tuesday, January 15, 2008

Apa Sebenarnya Kemajuan?

Ini adalah kutipan karya Tsuneichi MIYAMOTO, seorang folklorist yang berjalan kemana-mana di Jepang sambil memberi semangat kepada masyarakat Jepang yang terpinggir.

-----

Saya sudah lama berjalan kaki. Bertemju dengan banyak orang dan melihat banyak hal. Dalam perjalanan yang masih berlanjut dan masih panjang ini, apa yang saya terus berpikir adalah "apa sebenarnya kemajuan?" "apa sebenarnya pengembangan?". Apakah semuanya maju dan berkembang? Rupanya, banyak juga yang stagnan, mundur, dan sekaligus makin lama makin hilang. Apakah semua yang hilang tidak diperlukan lagi dan out-of-date? Mungkin kita sering salah persepsi dan menilai bahwa yang mundur dianggap sebagai yang maju. Rupanya, apa yang kita menganggap kemajuan justru sebaliknya membawa manusia dan semua yang hidup ke kehancuran.

Melihat dan menangkap yang sedang mundur di belakang yang maju. Inilah tantangan terpenting yang diberikan kepada kita. Kemampuan pengelolaan urusan hidup manusia sendiri telah sangat menurun dibandingkan dulu. Kemampuan pandangan terhadap sesuatu pun sudah tidak tajam lagi.

Saya ingin menggali kembali apa yang dilupakan oleh banyak orang, karena pasti ada suatu nilai dan arti yang penting di dalamnya. Siapa yang mempertahankan hal-hal yang kuno dan tradisional tidak berada di main-stream, tetapi berada di sudut dengan susah payah untuk mempertahankan kehidupan mereka.

Kita sering tidak bisa mengatasi masalah karena sudah menghilangkan hal-hal yang penting. Waktu melihat tukang monyet, saya langsung ingat rupanya banyak hal yang penting dilupakan dalam pendidikan manusia saat ini. Betul, manusia adalah manusia tetapi sekaligus binatang.

Kita berjalan kaki menuju jalan panjang. Namun, kita perlu selalu menanyakan sendiri "apa sebenarnya kemajuan".

(Tsuneichi MIYAMOTO, "Perjalanan ke Folklogi". Asli dari Bahasa Jepang)